Bukan Sekadar Rempah: Memahami Kebangsaan dari Perspektif Sulawesi Barat

Mamuju, 19 Juli 2025—Jejak rempah sebagai perekat bangsa menjadi sorotan utama dalam dialog publik yang digelar Satgaswil Densus 88 Anti Teror Mabes Polri bersama DipDip Minuman Rempah pada Jumat (18/7). Bertajuk “Rempah dan Kebangsaan”, diskusi ini menyoroti bagaimana kekayaan rempah Indonesia, khususnya di Sulawesi Barat, berperan strategis dalam merawat semangat kebangsaan dan persatuan.

Dialog tersebut menghadirkan dua narasumber utama. Muhammad Ridwan Alimuddin yang peneliti sekaligus budayawan Mandar yang mengulas secara historis tentang peran rempah-rempah di wilayah Mandar. Termasuk bagaimana rempah Indonesia yang jadi magnet utama berbagai ekspedisi dari bangsa Eropa dahulu kala.

Satu pembicara lainnya yakni Sofan Ansyari yang Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Densus 88 Anti Teror Mabes Polri. Di hapada para peserta dialog, ia memaparkan strategi pencegahan penyebaran paham Intoleransi, Radikalisme, Ekstremisme, dan Terorisme (IRET) di tengah masyarakat.

“Kegiatan tersebut jadi wadah reflektif yang mengangkat kembali pentingnya identitas lokal sebagai fondasi nasionalisme, serta memperkuat upaya bersama dalam membangun kesadaran kebangsaan, khususnya di kalangan generasi muda,” tutur inisiator kegiatan, Pradipta.

Para peserta dialog didominasi perwakilan sekolah SMA sederajat di Mamuju. Hadir pula sejumlah pereakilam komunitas literasi, tokoh masyarakat, dan aparat kewilayahan. Para peserta terlibat aktif dalam sesi tanya jawab, menunjukkan besarnya perhatian publik terhadap upaya pelestarian nilai-nilai budaya sekaligus kesiapsiagaan menghadapi ancaman ideologi transnasional yang dapat merusak keutuhan bangsa.

“Kegiatan ini menjadi salah satu contoh kolaborasi antara elemen masyarakat sipil dan aparat negara dalam memperkuat early warning system terhadap potensi disintegrasi bangsa serta memperkokoh nilai-nilai kebangsaan melalui pendekatan budaya lokal,” sambung Pradipta.

Dipdip Minuman Rempah sebagai inisiator kegiatan berharap ruang-ruang dialog kebangsaan berbasis komunitas terus diperluas, menjadi bagian dari gerakan merawat Indonesia dari daerah. (fir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *